Thursday, April 30, 2009

Selera Rakyat Bisa Jadi Sangat Berbeda Dengan Selera Elit Politik

Bagi yang suka mengikuti perkembagan politik nasional maka akan menemukan dinamika poltik yang begitu dinamis. Lobi-lobi untuk mendapatkan pasangan calon presiden calon presiden selalu berkembang dari hari ke hari. Hari ini si A diberitakan bertenu dengan si B. Besok si A diberitakan bertemu dengan si C. Bahkan, pagi si A bertemu dengan si D, sorenya bertemu dengan si E. Sampai tulisan ini dibuat, perkembagan poltik belum bisa diketahui hasilnya. Walaupun suda ada sedikit titik terang, tapi belum ada satupun pasangan capres dan cawapres yang resmi dideklarasikan.

Bagi saya, ada hal cukup menarik sekaligus ironis dalam perkembagan poltik nasional tersebut. Menarik karena para poltisi bisa saling bertemu, walaupun mereka beda platform, bahkan beda ideology. Perbedaan ideology untuk sementara dilupakan, yang dipikirkan adalah memikirkan dan duduk bersama bagaimana untuk mencapai tujuan, yaitu kekuasaaan.


Mencari kekuasaan bukanlah hal yang tabu dalam poltik praksis, karena dalam poltik praksis yang dicari memang adalah kekuasaan itu sendiri. Yang menganggap meraih dan memperebutkan kekuasaan sebagai hal tabu adalah ketika kekuasaan itu dianggap sebagai tujuan akhir. Tapi kalau kekuasaan dianggap sebagai tujuan antara untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, di mana tujuan yang lebih tinggi tersebut bersifat mulia, seperti kesejahteraan rakyat, maka bisa jadi orang akan berpandangan lain.

Sedangkan hal ironisnya adalah karena mulai pemilu 2004 presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Presiden buykan lagi mandataris MPR yang dipilih oleh MPR. Pilihan rakyatlah yang menentukan seseorang menjadi presiden atau tidak, bukan lagi para elit poltik. Para elit hanya berupaya mencari dukungan rakyat.

Pada pemilu 2004 kita sudah melihat bahwa presiden yang diusung oleh partai pemenang pemilu tidak berhasil memperoleh kemenangan dalam pemilihan presiden. Bahkan ketika pilpres pada waktu itu harus memainkan putaran kedua, sang capres dinyatakan tidak lolos. Yang lolos adalah pasangan capres-cawapres yang diusung oleh partai yang perolehan suaranya berada pada nomor urut dua dan nomor urut lima pada pemilu legislative. Dan kita semua juga tahu bahwa presiden dan wakil presiden terpilih pada waktu itu diusung oleh partai yang perolehan suaranya berada di nomor lima pada pemilu legislative. Hal ini menunjukkan bahwa pilihan terhadap partai tidak mesti sama dengan pilihan terhadap calon presiden, atau disebut dengan Split Voter.

Dan kelihatannya fenomena split voter akan terjadi lagi pada pemilu 2009 kali ini. Halis exit poll yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan hasil tersebut. Survei itu sendiri dilakukan pada saat hari pemilu legislative, yaitu tanggal 09 April 2009. Para olit poltik boleh bermanuver dan berkalisi, tapi rakyat sudah punya pilihannya sendiri. Selera rakyat tidak selalu sama dengan selera elit.








Artikel Terkait:

Masukkan Email Untuk Berlangganan

0 komentar:

Post a Comment

Berikan Komentar Anda! Saya Akan Sangat Senang Bila Anda Melakukannya. Tapi Ingat!!! Komentar Yang Membangun ya?. Trims.