Friday, August 21, 2009

Masih Pentingkah Idealisme?

Beberapa waktu yang lalu saya kedatangan seorang teman. Teman ini baru saja ikut terlibat dalam panas dan kejamnya dunia politik nasional. Ia menjadi salah satu calon legislatif dari salah satu partai poltik baru. Walaupun baru, partai politik ini mampu menyedot perhatian masyarakat pemilih negeri ini. Ini dibuktikan dengan lolosnya partai ini melampaui syarat parliamentary threshold. Walaupun begitu sang teman tidak termasuk orang yang beruntung dengan mampu menduduki kursi empuk legislatif. Ia kalah bersaing dengan caeg-caleg lain.

Ia pun bercerita dengan pengalaman yang ia lalui selama berkecimpung dalam kancah pertarungan mendapatkan kursi anggota legislatif di salah satu kabupaten di Jawa Timur, atau tepatnya di salah satu daerah "Tapal Kuda". Kesimpulan dari pengalamannya, bahwa dalam dunia politik apapun sah dilakukan, asal tujuan tercapai. Dia gagal dalam pemilu legislatif lebih dikarenakan kurangnya dukungan finansial yang ia punyai. Sebagai anak muda ia kalah bersaing secara finansial dengan calon-calon yang telah mapan ekonominya.


Sang teman juga sempat menyindir seorang teman yang kebetulan dianggap cukup concern dalam dunia pemikiran. Ia mengatakan bahwa ia beda aliran dengan teman tersebut. Baginya, inilah relaitas politik. Realitas tersebut tidak ada hubungan dengan dunia pemikiran yang selama ini kita geluti. Dunia "nyata" berbeda dengan dunia pemikiran yang masih kental idealismenya. Baginya, kita harus membuang idealisme ketika kita terjun dalam dunia politik.

*******

Dua hari ini saya menemani seorang teman yang lain. Teman yang ini bisa dikatakan sudah lebih sukses dari teman yang pertama tadi. Sama-sama terjun di dunia politik, teman yang satu ini malah sedang menikmati kesuksesan. Ia memang tidak terjun dalam pertarungan memperebutkan kursi empuk legislatif. Tapi kesuksesan poltik yang ia raih bisa dikatakan menyamai, bahkan melebihi dari kesuksesan menjadi anggota DPRD.

Ia memaparkan cerita suksesnya kepada teman-teman. Ia menjelaskan dengan gayanya yang khas, yaitu dengan menggebu-gebu. Intinya tidak jauh dengan cerita teman yang pertama, dunia poltik berbeda dengan dunia yang kita pelajari di bangku kuliah. Bahkan kita harus berani menabrak norma-norma yang ada, karena realitas yang sesungguhnya tidak sesuai, bahkan sangat bertentangn dengan norma-norma yang kita pengani, dan yang dipegang dan diyakini oleh masyarakat. Kalau mau sukses dalam politik, pragmatismelah yang harus dikembangkan.

Saya memahami teman yang pertama. Memang begitulah dia yang saya kenal dari dahulu. Tapi teman yang kedua???? apa yang disampaikan berbeda dengan yang dulu saya kenal.

Ketika bercerita tentang pengalamannya saya tidak banyak menyela. Saya hanya kadang-kadang mengalihkan pembicaraan. Saya tidak mau berdebat dengannya di depan yunior-yuniornya.

Saya paham dunia politik adalah dunia yang tidak ramah. Saya teringat dengan nasehat Niccolò Machiavelli (3 Mei 1469 – 21 Juni 1527), bahwa untuk menjadi politikus handal kita harus menggabungkan sifat garang harimau dan sifat licik rubah.

Masalahnya, apakah kita harus betul-betul membuang idealisme ketika terjun ke dunia politik? Betulkah politik itu hitam sehingga tidak akan ada politikus yang "tidak hitam"? Dengan menjadi harimau dan rubah bukan berarti kita harus menjadi orang yang jahat, begitu kira-kira yang terlintas dalam pikiran saya .... ???!!!

Artikel Terkait:

Masukkan Email Untuk Berlangganan

0 komentar:

Post a Comment

Berikan Komentar Anda! Saya Akan Sangat Senang Bila Anda Melakukannya. Tapi Ingat!!! Komentar Yang Membangun ya?. Trims.