Saturday, October 10, 2009

Mengharap Keajaiban (Bagian 2/Habis)

Saya dulu pernah membuat tulisan dengan judul "Mengharap Keajaiban (Bagian 1)". Dengan memberi "bagian 1" berarti tulisan tersebut akan ada lanjutannya, bisa bagian 2, bagian 3, dan seterusnya. Tapi entah kenapa saya tidak segera melanjutkan tulisan tersebut. Bahkan saya hampir lupa kalau ada tulisan yang harus diteruskan.

Terjadinya gempa di Sumatera Barat membuat saya teringat kalo ada tulisan yang belum dituntaskan. Kebetulan peristiwa tersebut sedikit banyak berhubungan dengan tulisan yang terputus itu. Karena peristiwa sedahsyat gempa Sumbar akan pasti dikaitkan dengan Yang Ghaib. Dan biasanya juga akan banyak berkembang cerita tentang hal-hal yang dianggap ajaib, seperti bayi yang tidak berdaya selamat di saat orang-orang yang kuat dan perkasa menjadi korban.


Dalam tulisan yang terputus dulu saya membahas tentang yang sakral dan yang profan. Kita harus membedakan mana yang sakral dan mana yang profan. Jangan sampai kita menganggap yang profan sebagai yang sakral. Seringnya manusia menganggap yang profan sebagai yang sakral disebabkan kekurang-tahuan manusia. Ketika terjadi peristiwa yang dahsyat seperti gempa dan manusia tidak mampu menjelaskannya, maka ia mencoba menjelaskannya dengan adanya keerlibatan yang sakral dalam peristiwa tersebut.

Tentunya tidak salah mengaitkan sebuah peristiwa dengan yang sakral. Yang menjadi masalah adalah pemahaman akan keterkaitan peristiwa profan tadi dengan sesuatu yang sakral. Seperti kalo kita mengaitkan terjadi badai di pantai selatan pulai jawa dengan kemarahan Nyi Roro Kidul, sang penguasa laut selatan. Biar sang penguasa laut tidak marah, maka harus ada sesaji yang harus diberikan.

Perisitwa-peristiwa yang dulu tidak mampu diketahui sebabnya oleh manusia sekarang sudah diketahui. Badai dan gempa yang terjadi tidak disebabkan oleh kemarahan yang sakral. Peristiwa-peristiwa tersebut adalah fenomena alam yang bisa dijelaskan secara ilmiah. Negeri kita memang berada pada Ring Fire, yang menyebabkan kita selalui dihadapkan pada fenomena-fenomena alam yang dahsyat.

Dahsyatnya fenomena-fenomena alam tersebut sampai mengakibatkan kerusakan dan korban jiwa dalam jumlah yang cukup besar. Hal tersebut membuat kita merasa lemah dihadapan yang sakral. Kelemahan tersebut mengakibatkan mata dan pikiran kita tertutup bahwa fenomena tersebut adalah fenomena alam yang bersifat profan.

Kalo kita menganggap fenomena-fenomena tadi sebagai yang sakral, maka kita tidak bisa mempelajarinya. Berbeda dengan kalao kita menganggapnya sebagai fenomena alam yang profan. Ia bisa, dan harus dipelajari. Dengan mempelajarinya, kita bisa menghindarkan diri dari akibat buruk fenomena-fenomena yang merusak. Paling tidak,kita bisa meminimalisir akibat buruknya.

Kalo kita terlalu banyak mengaitkan fenomena alam dengan sesuatu yang profan,kita bisa terjebak mengharapkan intervensi yang sakral kepada fenomena alam yang profan. Kita kemudian melakukan do'a, bahkan dilakukan dengan massal agar kita terhindar dari fenomena yang merusak.

Mari kita bantu saudara-saudara kita korban bencana, dan semoga kita segera bisa menemukan cara yang paling baik menghadapi fenomena alam yang berpotensi merusak. Mengharap keajaiban tidak menyelesaikan masalah!!!

Artikel Terkait:

Masukkan Email Untuk Berlangganan

0 komentar:

Post a Comment

Berikan Komentar Anda! Saya Akan Sangat Senang Bila Anda Melakukannya. Tapi Ingat!!! Komentar Yang Membangun ya?. Trims.