Sunday, April 26, 2009

Mengharap Keajaiban (bagian 1)

Keajaiban. Ya, kata tersebut sudah tidak asing bagi kita semua. Bisa dikatakan kata tersebut menggambarkan sesuatu yang luar biasa atau di luar kewajaran yang sering tidak bisa kita terima dengan nalar tapi betul-betul terpampang di hadapan kita. Kadang juga kita memahaminya sebagai sesuatu yang sebenarnya mustahil secara ilmiah tapi, karena intervensi kekuatan lain--bisa Tuhan atau hal-hal yang dianggap sama dengan tuhan--, hal tersebut bisa terjadi.

Tetntunya kita sudah tidak asing lagi dengan cerita atau kisah para nabi dan wali. Mereka digambarkan mempunyai kekuatan yang mampu mengalahkan dan mematahkan keraguan orang-orang yang tidak mengakui dengan apa yang mereka sampaikan. Untuk para nabi hal tersebut disebut dengan mukjizat. Untuk para wali biasanya disebut dengan karomah. Cerita tentang mukjizat para nabi dan karomah para wali tentunya sudah sangat familiar buat kita.


Kalo suatu hal aneh atau tidak masuk di akal kita, seperti ketika terjadi suatu kecelakaan yang menimpa satu keluarga dalam satu mobil. Semua anggota keluarga yang ada dalam mobil tersebut semuanya tewas kecuali satu orang, yaitu seorang bayi yang baru berusia enam bulan. Tentunya hal tersebut aneh. Kedua orangtuanya yang lebih kuat saja tewas, tapi kenapa sang bayi yang lemah dan belum bisa berbuat banyak bisa selamat? Kita kemudian menyimpulkan tentang adanya intervensi kekuatan Yang Maha Kuasa di sini. Intervensi ini kita sebut dengan ma'unah atau pertolongan.

Bagi saya, dalam kasus bayi yang dianggap mendapatkan mau'unah tadi sebenarnya bisa dijelaskan secara ilmiha, jadi bukanlah hal yang ajaib. Ada kondisi di mana ketika kecelakaan terjadi sang bayi dalam kondisi aman sehingga ia terhindar dari kematian. Hal ini mungkin tidak kita ketahui. Dan kita memang sulit untuk mengetahui secara detail dan benar apa yang terjadi ketika kecelakaan terjadi. Ketidaktahuan tersebut menggiring kita pada kesimpulan akan adanya keajaiban yang tidak lain merupakan intervensi Tuhan.

Dan memang ketidaktahuan manusialah yang membuat sesuatu dianggap ajaib. Manusia tidak mampu menjelaskan suatu peristiwa sehingga terjadi kekosongan pengetahuan tentang suatu peristiwa, atau fenomena. Kekosongan ini kemudian diisi dengan penjelasan tentang adanya intervensi Tuhan dan fenomena yang tidak masuk akal dan tidak bisa dijelaskan oleh manusia. Ketika suatu kejadian atau fenomena bisa dijelaskan oleh ilmu pengetahuan maka keajaiban yang disematkan kepadanya menjadi hilang. Ia hanya fenomena profan, bukan fenomena ajaib lagi yang dihubungkan dengan Tuhan, yang Sakral.

Di sini kita di bawa pada pendapat yang membedakan secara jelas antara yang sakral dan yang profan. Yang sakral tidak mungkin bisa diketahui dan dijelaskan sedang yang profan bisa. Atau sederhananya, yang sakral itu mempunyai kualitas ketuhan, sedang yang profan adalah alam, tentunya termasuk ruang dan waktu.

Tuhan itu sakral, tidak pernah diketahui dengan pasti seperti apa Dia. Dia adalah misteri terbesar yang tidak mungkin untuk diungkapkan. Karena itu Dia akan selalu ajaib dan penuh dengan keajaiban. Hal ini berbeda dengan alam sangat mungkin untuk diamati dan diteliti yang pada akhirnya bisa diketahui. Karenanya alam tidak misterius. Kalau kemudian banyak misteri yang menyelimuti alam maka hal tersebut karena alam tidak mungkin untuk diketahui, tapi lebih karena hal tersebut belum terungkap. Hakikat alam bisa dan mungkin diungkap dan diketahi. Hal ini berbeda dengan Tuhan.

Dahulu kala alam diselimuti oleh misteri. Masih sedikit hal yang bisa diketahui oleh manusia. Tapi seiring perkembangan zaman dan peradaban manusia, misteri tersebut satu persatu terungkap. Banyak hal yang dulu dianggap misteri sekarang sudah tidak misteri laig. Gunung Merapi yang selalu bergolak dan sering mengalami aktivitas yang membahayakan bagi warga sekitar gunung tersebut belum mampu dipahami oleh masyarakat zaman dahulu. Ombak laut pantai selatan pulau Jawa yang ganas dan sering menimbulkan badai adalah sesuatu yang tidak diketahui apa penyebabnya. Tapi sekarang kedua fenomena tadi sudah bisa dijelaskan.

Yang misterius biasanya diasosiasikan dengan Tuhan atau hal-hal yang serupa dengan Tuhan. Maka fenomena alam yang sebenarnya profan dan bisa dijelaskan tapi karena manusia belum bisa menjelaskannya maka dianggap misterius. Pada akhirnya, karena dianggap misterius, maka diakitkan diasosiakan dengan Tuhan atau hal-hal yang serupa. Alam telah dianggap sebagai Tuhan.

Hal inilah kenapa agama (terutama Islam melalui Qur'an) menganjurkan kita untuk mempelajari alam semesta. Hal ini untuk menghindarkan manusia dari menggap sesuatu yang profan menjadi sakral.

Oleh karena pada awalnya kita tidak bisa betul-betul bisa membedakan mana yang betul-betul misterius atau sakral dengan hal-hal yang profan, maka kita harus mempelajari semua hal, termasuk yang misterius. Kita boleh, karena sesuatu itu dianggap sakral, kemudian kita tidak mempelajarinya. Segala hal, termasuk Tuhan yang kita yakini sebagai sesuatu yang sakral harus kita pelajari. Kenapa demikian? Ini aagar kita mengetahui betul bahwa yang Tuhan yang kita yakini betul-betul sakral.

Penjelasan dan unek-unek saya masih akan saya lanjutkan, tapi tidak saat ini. Untuk itu tunggu penjelasan dan unek-unek saya selanjutnya!

Artikel Terkait:

Masukkan Email Untuk Berlangganan

0 komentar:

Post a Comment

Berikan Komentar Anda! Saya Akan Sangat Senang Bila Anda Melakukannya. Tapi Ingat!!! Komentar Yang Membangun ya?. Trims.